HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING

picture21Akhir-akhir ini jamak kalangan menyuarakan agar warga negara asing (orang asing) dapat mempunyai hak atas tanah di Indonesia dengan jangka waktu yang lebih lama dari jangka waktu yang diperbolehkan hukum pertanahan nasional saat ini. Argumen atau pertimbangan yang dikemukakan terutama supaya industri properti di Indonesia lebih maju pemasarannya, supaya diminati warga negara asing, seiring sejalan juga untuk mendongkrak gairah investasi industri properti dan tentu saja efek lain sebagai ikutan.

Bahkan Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) M. Yusuf Asy’ari menyatakan merestui kontrak sewa bangunan di Indonesia oleh WNA selama jangka waktu 70 tahun (harian Batam Pos 31 Juli 2008) dengan pertimbangan untuk membangkitkan iklim pembangunan ekonomi. Ditegaskan Menpera hak kontrak tersebut tidak menyangkut soal hak atas tanah dimana bangunan yang dikontrak berdiri dengan pengertian lain jangka waktu 70 tahun tersebut berlaku hanya untuk bangunannya saja. Peluang untuk memperoleh jangka waktu sewa selama 70 tahun untuk bangunan, tetapi jangka waktu sewa atau penguasaaan tanah dimana bangunan itu berdiri tidak sampai 70 tahun tentu mengandung suatu permasalahan yang membutuhkan pengaturan tersendiri.
Tidak ketinggalan elemen masyarakat Kepuluan Riau khusunya Kota Batam menyuarakan hal senada, dengan dua alasan logis yakni: pertama, letak geografis Provinsi Kepulauan Riau yang bertetangga dengan Negara Singapore dan Malaysia dan berada pada jalur lalu lintas perdagangan internasional yang padat, dan kedua ditetapkannya Batam, Bintan dan Karimun (BBK) sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas yang lebih dikenal dengan FTZ BBK. Kedua hal tersebut merupakan fakta sebagai potensi membuka peluang besar bagi WNA berminat memiliki tanah dan bangunan di kawasan BBK. Dipihak lain justru dengan BBK sebagai FTZ sehingga perlu dipikirkan adanya kebijakan dibidang pertanahan yang bertujuan agar WNA dan badan hukum asing dapat memiliki hak atas tanah di kawasan BBK dengan jangka waktu yang lebih lama dari yang ada saat ini.

Prinsip Nasionalitas
Hubungan hukum antara orang baik warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA) serta perbuatan hukum mengenai tanah di Indonesia diatur dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Pasal 9 UUPA menyatakan hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa. Dalam penjelasannya dikatakan hanya warga negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak milik atas tanah. Hak milik kepada orang asing dilarang (Pasal 26 ayat 2 UUPA), dan pelanggaran terhadap pasal ini mengandung sanksi batal demi hukum.
Namun demikian UUPA tidak menutup sama sekali kesempatan warga negara asing dan badan hukum asing untuk mempunyai hak atas tanah di Indonesia. Warga negara asing dapat mempunyai hak atas tanah di Indonesia, tetapi hanya terbatas, yakni hanya boleh dengan status hak pakai, tidak boleh hak jenis lain. Sehingga dari prinsip nasionalitas ini, semakin jelas kepentingan warga negara Indonesia diatas segala-galanya baik dari segi ekonomi, sosial, politis dan malahan dari sudut hankamnas (A.P. Parlindungan 1993:81).

Penyelundupan Hukum
Dalam praktik, tidak sedikit warga negara asing menguasai tanah hak milik di wilayah Kepulauan Riau dengan cara melakukan penyelundupan hukum, dimana antara warga negara asing melakukan kesepakatan atau perjanjian atau perikatan jual beli dengan warga negara Indonesia pemegang hak milik atas tanah yang diperjanjikan. Ada juga dengan modus warga negara Indonesia memberikan kewenangan melalui ’surat kuasa’ kepada warga negara asing untuk menguasai dan melakukan perbuatan hukum diatas tanah hak milik tersebut. Secara administrasi tanah hak milik dimaksud terdaftar atas nama warga negara Indonesia tetapi fakta dilapangan warga negara asing yang menguasai dan melakukan aktifitas atas tanah hak milik tersebut. Tindakan demikian secara yuridis bertentangan dengan Undang-Undang dalam hal ini UUPA dan karena itu merupakan penyelundupan hukum. Pasal 26 (ayat 2) menyatakan setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara.
Dari fakta-fakta dikemukakan diatas, maka relevan mempertanyakan mengapa perbuatan melanggar hukum itu jamak ditemukan dalam praktek pertanahan di Indonesia dan apakah hal itu merupakan ekses dari tatanan hukum pertanahan nasional yang dinilai sebagian pihak tidak akomodatif terhadap tuntutan perkembangan dunia global?.

25 Tahun
Penguasaan tanah oleh orang asing dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia diatur dalam Pasal 41 dan 42 UUPA. Lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah dan PP nomor 41 tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia..
Dalam PP nomor 41 tahun 1996 memuat syarat orang asing yang dapat mempunyai rumah tempat tinggal di Indonesia adalah orang asing yang kehadirannya memberi manfaat bagi pembangunan nasional. Orang asing tersebut dibatasi boleh memiliki satu rumah tempat tinggal berupa rumah yang berdiri sendiri atau satuan rumah susun yang dibangun diatas tanah hak pakai. Hak pakai tersebut diberikan paling lama untuk jangka waktu 25 tahun. Berbeda dengan jenis hak berjangka waktu lainnya seperti hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai (yang bukan untuk orang asing) dapat diperpanjang untuk waktu tertentu setelah jangka waktu pemberian pertama berakhir. Hak pakai rumah tinggal untuk orang asing tidak dapat diperpanjang, namun dapat diperbaharui untuk jangka waktu 20 tahun dengan ketentuan orang asing tersebut masih berkedudukan di Indonesia.
Jangka waktu ’hanya’ 25 tahun tersebut dinilai banyak kalangan sudah tidak kondusif dengan perkembangan dunia global sekarang ini, tidak menarik minat orang asing untuk membeli rumah di Indonesia. Beberapa perbandingan dengan menunjuk ketentuan yang berlaku di negara lain seperti negara Singapore memperbolehkan warga negara asing untuk memiliki bangunan komersial, hotel dan hunian dengan jangka waktu hak tanahnya 99 tahun dan untuk industri diberikan 60 tahun. Di Thailand hak sewa menyewa dengan warga negara asing selama 30 tahun dengan perpanjangan 30 tahun sedangkan di negara Kamboja antara 70 sampai dengan 99 tahun.
Ketentuan dalam PP ini membatasi rumah tempat tinggal yang dapat dimiliki orang asing adalah yang berdiri diatas ’hak pakai atas tanah negara’ atau ’hak pakai diatas hak milik’. Khusus yang diatas hak milik didasarkan pada perjanjian dengan pemegang hak milik yang dibuat dengan akta PPAT (jo. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 7 tahun 1996 dan nomor 8 tahun 1996). Dalam PP ini tidak disebut mengenai rumah yang berdiri diatas hak pakai yang berasal dari hak pengelolaan. Dapatkah warga negara asing memiliki rumah yang dibangun diatas hak pakai atas tanah hak pengelolaan ? (Maria S.W. Sumardjono 2007:10). Bagimana dengan rumah yang dibangun diatas hak pakai atas tanah hak pengelolaan Otorita Batam, dapatkah dimiliki orang asing?

Posted on 16 Maret 2009, in ARTIKEL. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar