Category Archives: ARTIKEL

TENTANG PERPANJANGAN JABATAN HAKIM AD HOC TIPIKOR

        Ketentuan Pasal 10 ayat (5) UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menegaskan bahwa Hakim Ad Hok Tipikor dapat diangkat kembali masa 5 (lima) tahun berikutnya. Saat ini, yaitu Hakim Ad Hoc Tipikor pengangkatan bulan Desember 2010 telah ada yang diangkat kembali dan sedang melaksanakan tugas untuk masa jabatan kedua, demikian pula Hakim Ad Hoc pengangkatan Maret 2011 akan berkahir masa jabatannya pada bulan Maret 2016 yang akan datang dan dengan demikian akan (sedang) dilakukan proses pengangkatan kembali untuk masa jabatan 5 (lima) tahun berikutnya.

            Mengingat strategisnya jabatan Hakim Ad Hoc Tipikor dalam memeriksa dan memutus suatu perkara korupsi dengan putusan yang mengandung kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan maka seorang Hakim haruslah memiliki integritas yang tinggi dan tentu profesional dibidangnya. Tentang integritas seorang Hakim Ad Hoc Tipikor dapat diketahui dari penelusuran jejak rekam yang bersangkutan selama menjabat dalam 5 (lima) tahun sebelumnya. Tidaklah suatu yang amat sulit mengetahui hal tersebut, berbagai cara dan upaya dapat dilakukan untuk mengetahui apakah seorang Hakim dapat dikategorikan sebagai berintegritas atau tidak, antara lain  misalnya dengan menelusuri harta kekayaan dan transaksi keuangan yang bersangkutan selama 5 tahun terakhir.

Pertimbangan bahwa Hakim tersebut sudah pernah mengikuti pelatihan dan sudah berpengalaman merupakan satu faktor keunggulan dibanding Hakim hasil seleksi yang baru. Akan tetapi hal tersebut tidaklah menjadi satu-satunya faktor, sebab yang pintar sekalipun apabila tidak memiliki integritas maka tidak bisa diharapkan membuat keputusan yang berkeadilan. Maka penting sekali dilakukan seleksi (lagi) sebelum Hakim yang bersangkutan akan diperpanjang masa jabatannya, yakni memakai parameter integritas tersebut agar hanya Hakim yang memiliki integritas yang diangkat kembali untuk masa jabatan berikutnya. Aspek integritas mutlak dimiliki seorang Hakim dalam mengemban tugas yang dipercayakan negara dan masyarakat kepadanya, manjadikan pengadilan sebagai rumah mencari keadilan.

TANAH DAN PELUANG INVESTASI DI TAPANULI

TANAH adalah modal. Bisa dipastikan seluruh aktifitas kehidupan berkaitan dengan tanah. Sejak lahir manusia membutuhkan tanah, hingga setelah wafat tetap memerlukan tanah. Demikian pentingnya tanah dan karena itu tanah mengandung aspek sosial, budaya, hukum, ekonomi dan aspek politik. Dalam tulisan ini membicarakan secara terbatas tentang tanah di Tapanuli, bagaimana mengelolanya menjadi potensi yang mampu menarik investor menanamkan modalnya di tanah Tapanuli dan dengan demikian tanah dapat berfungsi maksimal untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Tapanuli.

 Tanah di Tapanuli

 Tapanuli terletak di tengah-tengah Provinsi Sumatera Utara dan disebut sebagai ‘Zone Bukit Barisan’ berada pada ketinggian 500 m – 1400 m di atas permukaan laut. Topografinya bergelombang sampai curam, kemiringan tanah antara 15-40º. Penggunaan tanah masih di dominasi oleh hutan, alang-alang dan daerah gundul. Sedangkan penguasaan tanah, khusus tanah-tanah hutan dan padang ilalang masih di dominasi tanah ripe-ripe, tanah marga, tanah ulayat. Didaerah persawahan, perkebunan palawija dan pemukiman di dominasi kepemilikan perorangan dan keluarga (bukan marga). Perkebunan sawit dan teh yang dikelola badan usaha merupakan tanah hak guna usaha.

 Tanah untuk peningkatan investasi

Sejak sistem pemerintahan Indonesia menganut otonomi daerah maka Pemerintahan Provinsi terutama Pemerintahan Kabupaten/Kota dituntut mampu menggali potensi daerahnya untuk membiayai pembangunan daerah dan pembangunan masyarakatnya. Tanah merupakan salah satu modal yang memiliki peran strategis dalam menarik investor untuk menanamkan modalnya di suatu wilayah. Lalu bagaimana supaya investor tertarik membuka usaha di Tapanuli dalam hubungannya dengan tanah?. Pertanyaan selanjutnya, apa yang harus dilakukan Pemerintah Dearah terhadap tanah di Tapanuli guna menarik investor?. Beberapa hal dapat dikemukakan sebagai berikut:

 1. Peta Ketersediaan Tanah

 Pemda dari awal (sekarang pun boleh juga) mesti menyiapkan data base data ketesediaan tanah. Data ketersediaan tanah dimaksud memuat informasi yang lengkap menyangkut topografi, kemampuan, penggunaan, dan penguasaan tanah, dan lain-lain informasi yang perlu. Banyak sekali kejadian seorang investor mendatangi suatu kantor pemerintahan menyatakan niatnya berinvestasi di wilayah yang didatanginya dengan komoditi tertentu, kemudian bertanya kepada pejabat pemerintah di lokasi mana dia boleh menanam investasinya, tetapi si pejabat tidak dapat menyajikan data lengkap tentang kebutuhan investor tersebut.

Data-data dibawah ini mutlak tersedia baik data tekstual dan data spasial, dan pada jaman sekarang tentu lebih modern jika penyajiannya secara fisual atau bahkan ’nongol di dunia maya’, yaitu:

  • Luas tanah yang tersedia
  • Kemampuan tanah yang tersedia sering juga disebut potensi tanah (kaitannya dengan jenis komoditi, jenis usaha)
  • Penggunaan tanah existing
  • Penguasaan tanah
  • Status tanah dan
  • Harga tanah.

 2. Rencana Tata Ruang WilayahKec. Silaen

Ini penting. Disamping bertujuan penataan kota dalam arti zonasi penggunaan wilayah juga mempermudah serta untuk kenyamanan (dalam pengertian ’tidak melanggar aturan main’) seseorang atau suatu badan hukum berinvestasi. Karena dengan UU nomor 26 tahun 2007 melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan perbuatan yang dapat di pidana. Maka sekali lagi, dari awal Pemerintahan Daerah mau tidak mau harus memprioritaskan penyusunan RTRW artinya sampai Peraturan Daerah tentang RTRW dicatatkan dalam Lembaran Negara.

 3. Kepastian Hukum

Praktek hukum pertanahan di Indonesia boleh di bilang unik. Bagaimana tidak di katakan unik, Undang-Undang menyatakan sertipikat hak atas tanah adalah bukti kepemilikan yang sah dan berkekuatan hukum. Lebih jauh sertipikat hak atas tanah merupakan satu-satunya bukti hak yang dikeluarkan dan diakui oleh negara. Tetapi pada kenyataannya banyak kasus dimana pengusaha yang telah membeli tanah, memperoleh sertipikat hak tanah yang dikeluarkan pemerintah, membangun usaha diatas tanah itu dengan semua perijinan dilengkapi, namun kemudian sekelompok masyarakat datang mengaku bahwa tanah itu adalah tanah mereka sejak nenek moyang, atau bahkan mereka bisa menunjukkan surat bukti pemilikan tanah dari yang bukan sertipikat bahkan (kadang) juga sertipikat. Kepastian hukum di bidang pertanahan mutlak diperlukan sebagai jaminan kelancaran dan ketenangan menjalankan usaha. Apabila persoalan-persoalan pertanahan dapat ditata dan diatur, maka telah memberi ruang kondusif untuk peluang berivestasi. Jika tidak ada jaminan dan kepastian hukum di bidang pertanahan, maka sangat sulit meyakinkan pengusaha menanamkan modalnya di Tapanuli.

 4. Tanah Marga/Ulayat

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) nomor 5 Tahun 1960, Tanah di wilayah Negara Indonesia di klasifikasi menjadi TANAH NEGARA dan BUKAN TANAH NEGARA. Tanah negara adalah bidang-bidang tanah yang belum ada hak atas tanahnya (belum bersertipikat), sebaliknya bukan tanah negara yaitu bidang-bidang tanah yang dikuasai berdasarkan suatu hak atas tanah (sudah bersertipikat) baik oleh perorangan maupun badan hukum.

Itu menurut hukum. Kenyataannya, tidak banyak yang faham maksudnya. Barangkali kalau ditanya bidang-bidang tanah di Tapanuli siapa yang punya, maka jawabanya adalah itu tanah marga Silaen, tanah marga Simbolon, tanah marga Bakkara, dan marga-marga lain. Walaupun sesuai UUPA diatas, marga-marga tadi tak pernah memiliki surat tanah apalagi sertipikat hak atas tanah, bahkan tidak tahu batas-batas tanahnya secara tepat dan berapa luasnya. Tetapi sekali lagi itu tanah ‘kami’, tanah ‘Pomparan Oppu Banggal Silaen’ tanah ulayat marga Silaen: Siapa bilang tanah negara? Itu tanah kami. Titik. Hak Ulayat dalam UUPA diakui eksistensinya sepanjang pada kenyataannya masih ada. Dikatakan ‘ada’ apabila terdapat suatu masyarakat adat, ada pemimpinnya, tanah dimilki secara bersama (komunal) oleh masyarakat adat, dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, tidak mengenal kepemilikan perorangan.

Kita tinggalkan soal status tanah itu, dapat dibicarakan lebih intens pada kesempatan berikutnya. Lalu pertanyaannya, mau diapakan tanah-tanah marga yang sangat luas itu?. Bukankah selama ratusan tahun tanah itu tidak ’produktif’? Kini saatnya semua berfikir u ntuk memaksimalkan fungsi tanah tersebut untuk pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Tapanuli. Masih ingat pada tahun 1980-an era orde baru bahwa Tapanuli masuk zona ’Daerah Miskin” dengan tanah yang begitu luas tetapi tidak sampai 15 % yang dikelola. Lalu digagas konsep ’Marsipature huta na be’, sekarang tak pernah dengar lagi konsep itu.Kembali ke laptop, eh ke tanah. Dengan menyadari hubungan orang dengan tanah yang bersifat sakral maka diakui tidak mudah merobah pandangan seseorang tentang status dan fungsi tanah. Sehingga perlu upaya serius terutama Pemerintah Daerah di wilayah Tapanuli dan stake holders lainnya, supaya masalah status tanah ’marga’ tidak menjadi hambatan dalam menarik investor ke Tapanuli.

 Penutup

Tentu saja masih banyak lagi permasalahan seputar pertanahan yang belum disinggung serta hal-hal dikemukakan diatas masih umum dan gamblang. Masih dapat diuraikan secara lebih mendalam dan spesipik dan teknis.

 Catatan:

Artikel singkat ini dibuat pada bulan Juli 2008 atas permintaan pengelola ”blog Pro Tapanuli” dan telah diposting di blog tersebut. Saya posting lagi diblog ini. Apabila ada data yang telah tidak sesuai itu karena belum di update. (lebih…)

PEJUANG ANTI KORUPSI ITU BERNAMA HOEGENG

MEMILIKI nama lengkap Hoegeng Imam Santoso, lebih dikenal dengan sebutan Pak Hoegeng. Seorang polisi serta pernah menjabat Kepala Jawatan Imigrasi (Dirjen Imigrasi) pada tanggal 9 Januari 1960 sampai bulan Juni 1965, Menteri Iuran Negara (kira-kira sama dengan Derjen Pajak sekarang) dalam jajaran ‘Kabinet Seratus Menteri’ sejak tanggal 19 juni 1965. Bulan Agustus 1966 Pak Hoegeng kembali ke ‘barak’ berkarir di kepolisian dan puncaknya pada tanggal 15 Mei 1968 dilantik menjadi Panglima Angkatan Kepolisian (sekarang: Kapolri) sampai tanggal 15 Mei 1971. Pak Hoegeng berhenti dari Kapolri pada usia 49 tahun, sebenarnya saat itu Pak Hoegeng ditawari Presiden Soeharto menjadi Dubes RI di Swedia dan di Kerajaan Belgia tetapi Pak Hoegeng menolak dengan alasan tidak paham diplomatik. (lebih…)

BANALITAS KORUPSI (Dalam Penegakan Hukum)

(lebih…)

KPK SAMPAI TINGKAT KECAMATAN

(lebih…)

DARURAT HAKIM (TIPIKOR)

 

GambarJUDUL diatas mengutip judul atau topik Editorial Media Indonesia di Metro TV edisi tanggal 27 Agustus 2013. Membahas keberadaan hakim tipikor di negeri ini (bukan hakim ad hoc saja) yang menurut editorial tersebut sudah pada tahap darurat. Disitu diurut perilaku hakim-hakim khusunya hakim tipikor yang sangat jauh dari yang ideal, yang bertolak belakang dengan tuntutan jabatan yang diembannya mulai dari tertangkap suap, terlibat narkoba (lebih…)

HAKIM PROGRESIF

GambarDENGAN tujuan  mulia demi kesejahteraan masyarakat dan juga sejalan dengan tuntutan masyarakat internasional Negara Indonesia membuat Undang-Undang tentang Pemberantasan Korupsi yang dianggap cukup fenomenal yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 dan kemudian tahun 2006 dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 Negara Indonesia telah mengesahkan United Nations Convention Against Corruption (Konvensi PBB Anti Korupsi),  2003 dan berlaku di Indonesia. (lebih…)

TANAH ADAT DALAM UUPA

HAUMA

Konflik Agraria. Istilah ini muncul lagi dipenghujung tahun 2011. Rangkaian dua kata ini ‘seakan mewakili dan membungkus’ persoalan yang melatarbelakangi hilangnya belasan nyawa di Mesuji Sumatera Selatan, konflik lahan pertambangan yang berujung penembakan di pelabuhan Sape, Bima NTB, aksi jahit mulut di depan Gedung DPR RI yang dilakukan warga Pulau Padang, Kepulauan Meranti Riau terkait persoalan tanah dengan PT. RAPP sebuah industri bubur kertas di Riau. (lebih…)

PUNGLI, SIAPA TAKUT?

PENGGALAN kalimat diatas menginspirasi pembuatan tulisan ini. Lahir dari diskusi saat melakoni aktifitas “ngopi” di kedai kopi disalah satu sudut kota Tanjungpinang. Sambil menikmati kopi hangat, topik diskusi memasuki berita aktual pers lokal nasional saat itu. Korupsi. Beberapa teman diskusi sebagian PNS yang juga gemar mengahabiskan waktu di kedai kopi. (lebih…)

REAKTUALISASI SUMPAH PEMUDA

Salah satu Gereja di Medan

Pemuda sebagai komponen masyarakat menunjukkan peran srategisnya dalam kehidupan politik Bangsa Indonesia pertama kali dalam Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda. Lahirnya Sumpah Pemuda itu sendiri, tidak dapat dipisahkan dari berbagai rentetan peristiwa sebagai proses sejarah untuk memperoleh kemerdekaan dari penjajahan (kolonialisme). (lebih…)